Kita tahu ada tiga pasangan yang sedang berpacaran, berniat untuk melakukan kawin kontrak. Entah jadi nggak, pada akhirnya tergantung dukungan rakyat. Soalnya hanya satu pasangan yang akan sah. (memang ada kawin kontrak yang sah, ya..? ngawur banget nih penulis...) Apa pun yang bakal terjadi hari esok, hari ini tetap menarik mengamati tingkah laku mereka. Mulai dari proses pemilihan pasangan sampai deklarasi... Kadang terasa menggelikan.. Tapi memang begitulah panggung sandiwara politik... Meski terkesan aneh, baiknya kita mengganggap sesuatu yang serius... sebab kalau kita anggap dagelan alias lawak, kita nggak akan bisa berhasil menanamkan dalam diri kita bahwa yang namanya ngurus negara itu sesuatu yang serius... Giliran dapat amanat untuk ngurusin negara jadinya ya seperti para politisi kita sekarang...
Dari konsep idiologi-politiknya, ketiga pasangan tersebut hampir tidak mempunyai perbedaan. Semua adalah nasionalis. Dari kultur politik, ini nih yang menarik, ada tiga jendral bersaing di ketiga kubu. Bagi yang anti militerisme, ini nih saatnya anda untuk khawatir... Bagaimanapun, Prabowo, jendral yang pernah dijuluki "the rising star" lagi-lagi menunjukkan kepiawaiannya dalam taktik strategi 'perang'. Dengan perolehan yang minim dalam pileg, akhirnya dia harus rela pada posisi cawapres. Tetapi hal itu tidak meminimalisir agresitasnya. Dengan konsep ekonomi kerakyatan, lagi-lagi dia berhasil meningkatkan popularitasnya, bahkan mengalahkan popularitas capresnya. Secara konsep, konsep Prabowo berseberangan langsung dengan konsep yang diusung pasangan SBY-Budiono yang cenderung neo-liberal. Ini menciptakan polarisasi, sehingga massa mulai merapat ke kutubnya masing-masing. Dan ini mampu meruntuhkan sebagian popularitas SBY.
Di tengah pertempuran konsep ekonomi tersebut, pasangan JK-Wiranto memilih untuk mendamaikan kedua konsep tersebut. Tampaknya ini untuk mengakomodasi massa yang binggung. Cukup cerdas juga segmentasi pasangan ini. Di Indonesia kan banyak orang bingung... (jangan-jangan yang nulis ini juga sedang bingung.. he he he ). Semakin banyak orang bingung, semakin besar pulalah peluang mereka... Harap kalau jadi pasangan yang berkuasa kelak nggak selalu bikin bingung aja ya..??!!
Sby-Budiono tampaknya pasangan yang ikatan cintanya (baca: politik) paling kuat. Budiono berani meninggalkan posisinya sebagai gubernur Bank Indonesia yang gajinya lebih besar dari gaji wapres. Padahal, belum tentu kelak akan terpilih jadi wapres. Sebuah pengorbanan (baca: pertaruhan) yang luar biasa. Sby pun begitu. Dia memilih Budiono ketimbang nama-nama yang punya nilai jual tinggi, misalnya Hidayat Nur Wahid atau Hatarajasa. Bahkan dengan memilih Budiono, popularitas Sby jadi melorot. Gaya berpolitik yang tidak terlalu peduli dengan popularitas ini memang agak aneh. Tetapi hal ini justru memperjelas bahwa pasangan ini akan memperjuangkan agenda tertentu tanpa kompromi politik: Neo-Liberalisme.
Lain lagi dengan JK-Wiranto. Pasangan ini bisa dibilang incest, keduanya dari klan Golkar. Wiranto memang sedang membangun kerajaan politik di luar Golkar, tetapi Hanura-nya itu ya sama saja seperti Golkar platformnya. Hanura hanyalah kanalisasi dari ketidakterakomodasinya kepentingan politiknya. Maka, dalam platform idiologi tentu mereka tidak perlu berkompromi lagi karena memang sama. Meskipun begitu, sesungguhnya mereka berjodoh bukan pertama-tama karena kesamaan idiologi, tetapi kesamaan dalam kebingungan ketika membaca peluang kok berat ya bersaing dalam pilpres. Nah, inilah tempat yang tepat bagi mereka yang bingung untuk menyalurkan hak politiknya.
Mega-Prabowo. Pasangan ini tampaknya yang paling bertenaga. Sangat agresif. Tetapi pasangan ini pula yang sangat potensial mengalami keretakan. Mega yang sangat sensitif bersanding dengan Prabowo, wakilnya yang sangat ambisius. Ketika popularitas Prabowo mengalahkan Mega, maka tidak akan sungkan-sungkan si Mbak akan ngambek. Apalagi stigma sejarah awal reformasi, kedua tokoh ini terlibat dalam suatu alur cerita yang saling bermusuhan. Mereka sekarang bersama tentu bukan karena cinta, tapi karena 'terpaksa'. Mega yang merasa masih memiliki posisi tawar yang tinggi, dia tidak akan mencari, tetapi menunggu siapa yang melamar untuk jadi cawapres. Sementara Prabowo yang berambisi jadi presiden cukup realistis membaca peluang, akhirnya rela menjadi wakil. Tentu tidak mungkin dengan Sby karena perbedaan konsep ekonominya. Yang paling mungkin dengan Mbak yang selalu ngomong memperjuangkan nasib wong cilik.
Apapun alasan mereka memilih pasangan mereka masing-masing, yang jelas rakyat Indonesia semakin cerdas. Janji bukan lagi komoditas yang laik jual. Rakyat ingin lebih realistis. Nah, .... kita pengen maju ke depan atau maju ke belakang...? Jangan salah pilih... Jangan juga tidak memilih... sebab bagi yang bingung juga ada pilihannya lho... he he he...
Weh... waktunya mandi nih... lanjutin rutinitas harian... besok dilanjutin ya...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 comments:
wah... pertramax!!!
yang menarik adalah kalmat ini:
...tetapi kesamaan dalam kebingungan ketika membaca peluang kok berat ya...
He he he.. indah nian bahasanya tuk dinikmati. Keep maju!!
masih minim urusan politik hehehe
salam kenal
edylaw blog
Posting Komentar