Nasrudin Zulkarnaen menjadi korban penembakan yang didalangi oleh Antasari Ashar atas motif rebutan seorang cewek yang bernama Rani Julianti. Begitu opini yang sedang berkembang dalam media massa. Secara otomatis itu pula yang menjadi opini publik. Sebab, media massa adalah pabrik opini yang paling mujarab. Mungkin benar begitu sesungguhnya yang terjadi, seperti yang di-blow-up media massa selama ini. Tetapi, mungkin juga tidak. Saya lebih suka mengandaikan tidak begitu yang terjadi. Ada sebuah skenario konspiratif yang sarat dengan muatan politis dibalik fakta penembakan tersebut.
Dalam tulisan sebelumnya saya menyinggung bahwa baik Nasrudin maupun Antasari sama-sama suka mengintai sarang tikus (terutama dilingkungan BUMN). Kedua orang ini memang bukan tanpa pamrih. Selain pamrih gaji, mereka juga berkepentingan terhadap karier dalam bidangnya masing-masing. Nasrudin dinilai sangat pesat dalam meniti karirnya. Begitu pula Antasari, mantan hakim yang tidak begitu istimewa, ketika menduduki ketua KPK membuat gebrakan nggak tanggung-tanggung. Begitu pula Nasrudin, tak segan melaporkan kolega-koleganya begitu mendapati indikasi korupsi di lingkungan kerjanya. Inilah yang membuat kedua tokoh ini akhirnya bertautan dalam profesinya masing-masing. Dan satu lagi, keduanya mencapai posisi tertinggi dalam jajarannya karena kemampuan melobi (dan kedekatan dengan) para politisi yang berpengaruh.
Konsekuensi dari produk politik, karier mereka pun tidak boleh melawan hukum politik. Tidak ada teman yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Kawan bisa menjadi lawan, lawan bisa menjadi kawan, semua tergantung kepentingan. Konstelasi bisa berubah setiap saat. Konspirasi pun bisa terbentuk sesaat. "Jangan ganggu kepentinganku". Begitu bunyi hukumnya. Nah, mereka telah mengganggu kepentingan siapa saja? Atau, bagaimana pergeseran konstelasi politik saat ini? Jawaban-jawaban dari pertanyaan itu akan memperjelas siapa yang berkonspirasi di balik peristiwa penembakan itu. Yang jelas, sebagai sesama pion dari percaturan politik, keduanya adalah korban. Dan, Rani Julianti adalah bintang tamu yang dapat mempermanis sebuah skenario. Semoga tidak begitu ya...!!??
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 comments:
Udah kayak panggung sandiwara aja ya mbak.
Nah kan betul kata saya heheheh....
Kasus pertama sebelum ditangkap sebagai tersangka, mengapa Antasari tidak mau dipanggil Polda, ceritanya begini ....
suatu hari Antasari berjalang di pasar senen sambil membawa stil golf, tiba - tiba ada pedangang yang memangilnya....
Antasari:"berjalan nyante sambil tebar pesona"
Pedagang: Pak.. Polda...!, Pak Polda.... Pak Polda.... berulang ulang pedangang memanggil Antasari dengan panggilan Polda
Antasari: tetap berjalan tanpa menengok
Pedagang: kembali memangil dengan suara keras pak.. poldaaaaaaaaaa.... sambil berlari menghapiri Antasari
Antasari: menoleh dan menjawab ada apa pak ?
Pedagang: saya panggil bapak dari tadi ndak dengar..
Antasari: panggil saya????!!!!! kapan
Pedgang: Barusan sampek teriak2 saya pak pangil anda, jawabnya
Antasari: ???-+=!!!??? semakin bingung, gimana mangilnya, cetus Antasari
Pedagang: gini pak.. Pak Polda.... pak Polda....
Antasari: ya pantas saya tidak mendengar itu bukan nama saya, jawab Antasari. nama saya Antasari, bukan polda dan saya tidak mau dipangil polda tau...!!!!!
Pedagang: maaf pak, jadi bapak bukan polda ya, pantas tidak mau menoleh dipanggil polda.
Antasari: Saya Anta sari bukan polda, dan saya tidak mau di Pangil polda, tau .. Tegasnya
Pedagang: Maaf pak saya tidak tau, ini stik golf anda ketinggalan.... sambil menyerahkan stick golf yang ketingalan
Antasari: Oh , iya terima kasih... sekali lagi ingat ya pak saya tidak mau dipanggil polda.
Itulah kisah sebelum pengankapan Antasari sebagai tersangka.. mengapa Antasari tidak mau dipanggil Polda
@ Gnet: :D :D ono ono wae :))
Posting Komentar