Bloggingholic dan Jurnalisme Underground

Amir mulanya cuma iseng saja bikin blog. Sesekali dia mampir ke warnet di pojok tempat kosnya. Ternyata blognya ada juga pengunjungnya. Ada komentar pula di situ. "Wah, ternyata ada yang liat juga blog ini.... Biar gak malu-maluin, penampilannya harus diperbaiki ah....." begitu pikirnya. Maka mulailah ia berbenah.
Hari berikutnya dia penasaran. Dibuka lagi blog yang kemarin didandanin. Ada lagi pengunjung yang datang. Mulai dia memposting konten baru. ... begitu terus, sehingga mulailah ia merasa kecanduan... Inilah yang kita sebut bloggingholic (kalau ada yang gak setuju dengan istilah ini jangan lapor Pak RT ya....)

Bagi teman-teman yang pernah studi psikologi atau kedokteran tentu lebih paham proses terjadinya suatu keadaan "addicted". Mulanya coba-coba, selanjutnya mesti kudu wajib harus... kalau nggak, kepala jadi puyeng nih... Itulah sebabnya kita mesti hati-hati dengan hal-hal yang bisa bikin addicted. Miras, narkoba, dan freesex misalnya. Memang enak, tapi bisa merusak masa depan. Maka itu agama mengharamkannya. Tapi bagaimana dengan kecanduan blogging...?

Blogging hanyalah sebuah media. Sebagai media, secara objektif adalah netral. Menjadi negatif atau positif tergantung muatannya. Nah, seorang blogger di sini bener-bener menjadi penentu. Bloggingholic akan bersifat konstruktif maupun destruktif tergantung pada konten yang dimuatkan pada blognya.

Dunia blogging sesungguhnya adalah dunia underground, suatu media alternatif dari penyaluran ide-ide kreatif. Meskipun pada umumnya bersifat personal, blogging sesungguhnya adalah dunia publikasi karena dapat diakses oleh siapa saja. Kenyataan ini dimanfaatkan oleh blogger untuk unjuk eksistensi bahwa "aku juga bisa". Mutlak, bahwa blogging adalah sebuah komunikasi. Inilah bentuk jurnalisme underground, sebuah jurnalisme tanpa syarat. "Suka-suka gue gitu loh..."