Dampak yang paling menonjol dari modernitas adalah keterasingan (alienasi) yang dialami oleh manusia. Alienasi muncul dari cara pandang dualisme, yaitu: jiwa-badan, makhluk-Tuhan, aku-yang lain, kapitalis-proletar, dll. Akhirnya terjadilah gejala reifikasi atau pembedaan antar sisi dari dualitas tersebut. Ini disebut pula objektivikasi, yaitu manusia memandang dirinya sebagai objek, seperti layaknya sebuah benda. Dalam filsafat kita mengenalnya dengan aliran materialisme. Semakin kuat pengaruh materialisme, semakin kuat pula gejala alienasi (keterasingan) diderita umat manusia. (Mohon maaf kepada Rene Descartes dan Sir Isac Newton, Anda pasti tidak menghendaki filosofi Anda akan berdampak sedemikian menyedihkan). Dan masyarakat dunia Barat adalah yang paling menderita karena materialisme memang berkembang biak sangat subur di sana.
Jika Anda membayangkan bahwa Anda terasing dengan orang-orang di sekitar Anda, mungkin Anda bisa mengalihkannya dengan sibuk dengan diri sendiri. Tetapi, bagaimana jika Anda terasing dengan diri Anda sendiri? Degradasi moral sering terjadi karena manusia tidak mampu mengatasi penyakit jiwa manusia modern ini. Narkotika, seks bebas, bahkan bunuh diri sering menjadi pelarian. Hidup tampaknya mejadi tidak berarti lagi. Mereka yang tertolong atau segera menemukan pencerahan dari kekelaman jiwa ini akan bangkit dan memeluk suatu keyakinan yang baru. Suatu keyakinan yang akan membuat hidupnya terasa lebih berarti, hidup yang bertujuan, yaitu kembali kepada Tuhannya. Terjadilah pembalikan arah, atau konversi. Dalam bahasa agama disebut pertobatan (taubat, metanoia).
Starbuck mengidentifikasi ada dua model pertobatan ini, yaitu volusional (bertahap) dan self-surrender (drastis). Pertobatan ini bisa dalam bentuk memeluk agama yang baru, atau mengubah cara pandang dan cara hidup dengan yang berlawanan dari sebelumnya. William James mengatakan bahwa inti konversi adalah "bangkitnya gairah" dan "penuh minat" terhadap cara hidup atau agama yang baru dipeluknya itu. Dalam hal ini William James mengemukakan juga teori "transformasi", konversi bukan sebagai perpindahan agama, melainkan juga proses berkelanjutan dalam mentaati agama yang dianutnya.
Kehidupan glamour maupun penderitaan yang amat berat sama-sama potensi alienasi. Pribadi yang teranlienasi (terasing) secara moral-psikologis adalah pribadi yang labil. Dan ini menerangkan mengapa pribadi yang teralienasi, begitu sangat mudah mendapat pengaruh baru, baik itu idiologi baru maupun agama baru. Jika pengaruh baru itu membawa kehidupannya lebih baik, selamatlah dia. Tetapi, jika sebaliknya, hancurlah dia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 comments:
sepertinya dulu saya pernah pusing dengan istilah dan pola yng sama dengan yang seperti ini. Dengan ringan kalimat kalimat itu saya "kibaskan" dan ternyata bertemu dengan dua rangkai kalimat yang sederhana saja. Apa ya?
Posting Komentar